Masalah Ketimpangan Tambang Di Banten, BEM Nusantara Banten Dorong Pemerintah Untuk Selesaikan

Justice-post.com, Serang, Banten | Koordinator BEM Nusantara Banten periode 2023–2024, Badru Zaman, menyampaikan pernyataan tegas yang mendorong Pemerintah Provinsi Banten dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia untuk segera turun tangan dalam menyelesaikan persoalan mendasar dalam dunia pertambangan rakyat di Provinsi Banten. Minggu, 20/07/2025.
Menurut Badru Zaman, Provinsi Banten memiliki potensi sumber daya mineral yang sangat besar, terutama emas, yang tersebar di wilayah seperti Lebak, Bayah, Cikotok, hingga Pandeglang. Sejarah panjang penambangan emas di wilayah tersebut, terutama di Cikotok yang dikenal sebagai salah satu tambang emas tertua di Indonesia, menjadi bukti betapa penting dan strategisnya posisi Banten dalam peta pertambangan nasional.
Namun, ironisnya, kekayaan alam ini belum sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat lokal. Justru, banyak penambang rakyat di daerah ini yang harus bekerja dalam kondisi penuh risiko, tanpa perlindungan hukum, tanpa dukungan teknologi, dan jauh dari jaminan keselamatan kerja.
"Hari ini, masyarakat penambang rakyat kita seperti anak tiri di tanah sendiri. Mereka menggali emas dengan tangan kosong, dengan peralatan seadanya, dan dengan keberanian yang luar biasa. Mereka bukan kriminal, tapi orang-orang yang ingin hidup layak," ujar Badru Zaman.
Menurutnya, persoalan utama dalam sektor tambang rakyat adalah ketimpangan dalam akses terhadap legalitas, teknologi, pelatihan, dan perlindungan. Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, dinilai masih belum serius dalam membina dan memfasilitasi kegiatan penambangan rakyat. Padahal, jika dikelola dengan benar, tambang rakyat bisa menjadi sumber ekonomi alternatif yang kuat dan berkelanjutan.
Lebih lanjut, Badru mendorong pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di berbagai lokasi tambang aktif yang saat ini dikelola secara tradisional oleh masyarakat. WPR adalah solusi legal yang memberikan kepastian hukum bagi penambang, serta menjadi pintu masuk bagi pembinaan, pelatihan, dan pengawasan.
"Pemerintah jangan hanya hadir saat ada konflik atau kecelakaan. Pemerintah harus hadir dari awal, membentuk WPR, mendampingi proses perizinan, memberikan pelatihan penambangan ramah lingkungan, dan menyediakan teknologi yang memadai," katanya.
Ia menambahkan, Banten saat ini berada dalam posisi strategis untuk menjadi pusat pertambangan emas rakyat di Indonesia, namun diperlukan langkah konkret dan keberpihakan nyata dari pemerintah. Potensi yang besar tidak akan berarti apa-apa jika masyarakat lokal hanya dijadikan penonton, atau bahkan dikriminalisasi karena mempertahankan hidup dari tambang tradisional.
Dalam kesempatan tersebut, BEM Nusantara Banten juga merilis data lapangan yang menunjukkan bahwa penambang rakyat di wilayah selatan Banten belum memiliki akses terhadap peralatan standar keselamatan, dan belum pernah mendapatkan pelatihan teknis tentang cara menambang yang efisien dan ramah lingkungan. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, apalagi dalam konteks potensi bencana ekologis akibat praktik tambang tanpa kontrol dan tanpa teknologi.
"Kami bukan hanya bicara soal legalitas, tapi juga tentang nyawa. Setiap hari ada ribuan penambang di Banten yang turun ke lubang-lubang gelap tanpa helm, tanpa sepatu safety, tanpa alat deteksi gas, tanpa sistem ventilasi. Kalau ini terus dibiarkan, kita tinggal tunggu waktu saja sampai terjadi tragedi besar," ujar Badru dengan nada prihatin.
BEM Nusantara Banten mendesak agar Pemerintah Provinsi Banten dan Kementerian ESDM segera membentuk tim kerja lintas sektoral untuk mengidentifikasi wilayah tambang rakyat aktif, memetakan kebutuhan teknologi, serta menyusun skema pembinaan yang menyeluruh. Mereka juga mendorong adanya alokasi anggaran khusus dari APBD dan APBN untuk mendukung legalisasi dan pembinaan tambang rakyat.
Tidak hanya itu, Badru juga meminta agar pihak kepolisian dan aparat penegak hukum tidak serta-merta melakukan penindakan terhadap aktivitas tambang rakyat yang belum memiliki izin, sebelum ada solusi yang adil dan manusiawi dari pemerintah.
"Kalau rakyat tidak diberi izin, tidak diberi akses, tidak diberi pelatihan, lalu dilarang bekerja di tanahnya sendiri, itu bukan penegakan hukum. Itu penindasan. Negara tidak boleh menindas rakyatnya sendiri," katanya tegas.
Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, tambang rakyat seharusnya menjadi bagian dari strategi pemberdayaan masyarakat. BEM Nusantara Banten menyatakan siap menjadi mitra kritis dan konstruktif bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan tambang rakyat yang adil, berkelanjutan, dan berpihak pada kesejahteraan.
"Kami akan terus menyuarakan ini. Kami akan turun ke lapangan, berdialog dengan masyarakat, dan kalau perlu melakukan konsolidasi nasional agar suara-suara dari lubang tambang di Banten sampai ke meja Menteri ESDM," pungkas Badru. (Fi/Red)